Senin, 13 Juli 2015

PAK GURU, Kisah Kehidupan Frank McCourt




Mereka datang,
Dan, saya tidak siap.
Bagaimana saya bisa
Saya adalah guru baru dan sedang belajar bekerja
                                    -McCourt, di hari pertama karier mengajarnya.

Profesor Pendidikann di Universitas New York tidak pernah mengajari cara menangani situasi “roti lapis terbang”(siswa bertengkar dan saling lempar roti lapis-red). Mereka berbicara tentang teori dan filosofi pendidikan, tentang aturan moral dan etika, tentang dasar-dasar menghadapi seluruh anak, gesalt, kalau anda tidak berkeberatan, kebutuhan yang dirasakan anak-anak, tetapi tidak pernah tentang saat-saat kritis di dalam kelas.
                                    -McCourt, menghadapi masalah pertama di kelas.



Frank McCourt menjadi seorang bintang tak terduga keetika di usia 66 tahun, dia menjadi terkenal dengan Angela Ashes, pemenang Pulitzer-catatan menarik tentang masa kanak-kanaknya di Limerick, Irlandia. Lalu muncullah ‘Tis’, catatan luar biasa tentang tahun-tahun pertamanya di New York.
Sekarang akhirnya, buku karya McCourt yang telah lama di nanti tentang karier mengajarnya selama 30 tahun membentuk dia sebagai penulis. Buku ini juga merupakan penghargaan penting bagi para pendidik di mana pun mereka berada. Dengan menggabarkan kejenakaan  yang kasar serta kejujuran hati, McCourt mencatat masalah, kemenangan dan kejutan yang dia alami di SMA Negeri di seluruh New York. Walaupun McCourt menggunakan segala metode konvensional, dia memberikan pengaruh yang abadi kepada para muridnya lewat pemberian tugas imajinatif (dia menginstruksikan satu kelas untuk menulis ‘surat permohonan maaf’), tugas menyanyi (menjadikan bahan-bahan resep sebagai lirik), dan darma wisata (bayangkan dia membawa 29 anak gadis yang kasar untuk menonton film di Times Square!).
McCourt berjuang untuk menemukan cara mengajar di kelas dan menghabiskan waktu istirahat sorenya untuk menulis dan bermimpi bahwa suatu hari kelak dia akan memuat ceritanya sendiri di surat kabar. Buku ini menunjukkan bahwa McCourt mengembangkan kemampuan luar biasanya untuk mendongengkan cerita luar biasa karena selama lima hari dalam seminggu, lima pelajaran setiap hari, dia berusaha mendapatkan perhatian dan penghargaan dari para remaja yang acuh, liar, atau dipengaruhi kadar hormon. Pernikahannya yang bermasalah, kegagalannya untuk mendapatkan gelar doktor di Trinity College, Dublin, serta pemecatan yang berulang kali dialaminya karena kecenderungan untuk membantah atasannya secara ironis membawa dia ke sekolah paling bergengsi di New York, SMA Stuyvesant. Di sini, dia pada akhirnya menemukan tempat untuk menyampaikan pendapatnya.

Pujian untuk Pak Guru:
“ Dengan keluar dari kehidupan miskin orang Irlandia di masa kanak-kanaknya kemudian memasuki kelas di sejumlah SMA di New York, Frank McCourt mengganti satu taman kesengsaraan dengan taman kesengsaraan yang lain, tetapi selalu dengan pandangan jenaka, hati yang peka dan pemilihan waktu yang tepat dari seorang pendongeng handal. Buku ini adalah jeritan protes yang muncul karena adanya pembatasan pendidikan umum dann penting untuk dibaca tidak hanya oleh guru, tetapi juga oleh siapa pun yang pernah menjejakkan kaki di SMA. Untungnya, tidak akan ada tes”.
                        -Billy Collins, pengarang The Trouble With Poetry: and Other Poems

“Humor gelap (humor yang menganggap keberadaan manusia sebagai sesuatu yang ironis dan tak bermakna, tetapi sedikit lucu) yang sama, syair, yang sesuai dengan tata bahasa, serta kemampuan untuk dialog ada di sini ... kerugian profesi guru adalah keuntungan pembaca secara keseluruhan”.
–Kirkus Reviews

“McCourt menghormati masa-masa mengajar bahasa inggris selama tiga dekade ... diganggu oleh masa-masa kacau, hubungan dan kesedihan”.  

                        -Elle

SLUM DUNK (FOR SALE)

Komik identik dengan bacaan anak kecil hingga remaja, benar. Komik ga cocok dibaca sama orang dewasa, siapa bilang? Layaknya sebuah film yang kita tonton, komik pun demikian. Hanya saja pada komik kita membaca dan tidak ada efek2 suara maupun 3 dimensinya.
Nah, disini saya mau berbagi.
Judul: Slam Dunk, Jilid 1-31
Komik ini merupakan salah satu komik legend menurut saya. Kenapa?
Pertama, komik ini ceritanya mendekati real.
Kontennya tidak terlalu dilebih-lebihkan seperti kebanyakan komik.
Contoh misalnya, ada sebuah komik yang kontennya dilebih-lebihkan. Sebut saja komik Tsu .... teeett ... basa (maaf saya sensor,lah), sebuah komik sepakbola, kontennya ada tendangan harimau, kalau tidak salah ingat nendang bolanya pake dua kaki gitu, Aneh kan? Untung nendangnya ndak sambil minum kopi dilapangan ... (lahhh?)
Kedua, komik ini memberikan motivasi.
Bagaimana bisa?
Ceritanya, si A adalah berandalan. Entah berapa ratus kali nembak cewa gagal teruss (sadis). Nah, tiba2 kenalan dengan seorang cewe yang mengira si A adalah seorang pebasket. Lanjutlah ceritanya kemudiann ... hingga si A benar-benar serius dengan basket, walaupun motivasinya untuk itu salah. Bukan untuk olahraga, hanya untuk bisa jalan 'pulang sama' dari sekolah. Setelah itu, langit runtuh pun dia sudah pasrah (edann)
Ketiga, komik ini ceritanya sederhana.
Cerita yang komplek tidak berarti komiknya bagus (mudah-mudahn kita sepakat). Begitupula dengan komik ini, sederhana namun menurut saya bagus. Baik alur maupun isi ceritanya. Banyak cerita yang dikisahka di dalamnya seolah pembaca mengalaminya sendiri. Nah, cerita yang begitulah yang menurut saya sangat bagus.
Ooke, saya kira itu sedikit yang bisa saya gambarkan. Kalo ada yang mau nambahin juga boleh. Sebenarnya yang bikin komik ini, dan beberapa komik lain legend menurut saya yaitu "komiklah yang membawa saya untuk membaca buku-buku yang sedikit lebih 'berat' dan lebih dalam kajiannya "

Senin, 06 Juli 2015

EBOOK ROBOHNYA SURAU KAMI

KUMPULAN CERPEN KARYA A. A. NAVIS




Mungkin tidak perlu panjang lebar lagi ya, soalnya ini sebuah novel atau lebih tepatnya kumpulan cerpen lama yang menurut saya abadi eksistensi  masalah yang disoroti di dalamnya. Namun, meskipun ini adalah cerita lama, semua masalah itu selalu seperti baru terjadi hari-hari ini. 

"Dan yang terutama ialah sifat masa bodoh manusia sekarang, yang tak hendak memelihara apa yang tidak di jaga lagi."

"Bagaimana Tuhan kita ini?’ kata Haji Saleh kemudian, ‘Bukankah kita di suruh-Nya taat beribadat, teguh beriman? Dan itu semua sudah kita kerjakan selama hidup kita. Tapi kini kita dimasukkan-Nya ke neraka."

Robohnya Surau Kami

Jumat, 03 Juli 2015

30 TAHUN INDONESIA MERDEKA JILID 4 (FOR SALE)

30 TAHUN INDONESIA MERDEKA JILID 4 (1974-1975)


Hanya sisa 1

Jika berminat, mau tanya-tanya, silahkan tinggalkan pesan. 

SILAHKAN JIKA INGIN MELIHAT : 30 TAHUN INDONESIA MERDEKA JILID 1

SILAHKAN JIKA INGIN MELIHAT : 30 TAHUN INDONESIA MERDEKA JILID 3

30 TAHUN INDONESIA MERDEKA JILID 1 (FOR SALE)

30 TAHUN INDONESIA MERDEKA JILID 1 (1945-1949)



Jika berminat, mau tanya-tanya, silahkan tinggalkan pesan. 

SILAHKAN JIKA INGIN MELIHAT : 30 TAHUN INDONESIA MERDEKA JILID 3
SILAHKAN JIKA INGIN MELIHAT : 30 TAHUN INDONESIA MERDEKA JILID 4

30 TAHUN INDONESIA MERDEKA JILID 3 (FOR SALE)

30 TAHUN INDONESIA MERDEKA JILID 3 (1965-1973)





Jika berminat, mau tanya-tanya, silahkan tinggalkan pesan. 

SILAHKAN JIKA INGIN MELIHAT : 30 TAHUN INDONESIA MERDEKA JILID 1

SILAHKAN JIKA INGIN MELIHAT : 30 TAHUN INDONESIA MERDEKA JILID 4


SARINAH

SEBUAH KARYA Ir. SOEKARNO





Sesudah saja berpindah kediaman dari Djakarta ke Djokjakarta, maka di Djokja itu tiap-tiap dua pekan sekali saja mengadakan “kursus wanita”. Banyak orang  jang tidak mengerti apa sebabnya saja anggap kursus-kursus wanita itu begitu penting. Siapa yang membatja kitab jang saja sadjikan sekarang ini,--jang isinya telah saja uraikan didalam kursus-kursus wanita itu dalam pokok-pokoknja--, akan mengerti apa sebab saja anggap soal wanita itu soal jang amat penting. Soal wanita adalah soal-masjarakat.

Sjang sekali, bahawa soal-wanita itu belum pernah dipeladjari sunggguh-sungguh oleh pergerakan kita. Sudah lama saja bermaksud menulis buku tentang soal itu. Tetapi sesudah kita memproklamasikan kemerdekaan, maka menurut pendapat saja itu perlu  dengan segera didjelaskan dan dipopulerkan. Sebab kita tidak dapat menjusun negara dan tidak dapat menjusun masyarakat, djika (antara lain-lain soal) kita tidak mengerti soal-wanita. Itulah sebabnja saja, setiba saja di Djokjakarta, segera mengadakan kursus-kursus wanita itu.

Atas permintaan banjak orang, apa jang saja kursuskan itu kemudian saja tuliskan, dan saja lengkapkan pula. Buku “Sarinah” inilah hasilnja.

Apa sebab saja namakan kitab ini “Sarinah”?

Saja namakan kitab ini “Sarinah” sebagai tanda terima kasih saja kepada pengasuh saja ketika saja masih kanak-kanak. Pengasuh saja itu bernama Sarinah. Ia “Mbok” saja. Ia pembantu Ibu saja, dan dari dia saja menerima banyak rasa tjinta dan rasa kasih. Dari dia saja mendapat banyak peladjaran mentjintai “orang ketjil”. Dia sendiri pun “orang ketjil”. Tetapi budinya selalu besar!
Moga-moga Tuhan membalas kebaikan Sarinah itu!
Kata pendahuluan ini saja sudahi dengan mengutjapkan terima kasih kepada sdr. Mualliff Nasution, jang selalu bekerdja keras menjelenggarakan kursus-kursus wanita itu, menjenglenggarakan penerbitan kitab “Sarinah” ini pula.
                                                                                                Kata Pendahhuluan,
                                                                                                Soekarno.
Djokjakarta, 3 November 1947.
                                                                                    

SUKARNO ILMU DAN PERJUANGAN: Kumpulan pidato ketika menerima gelar Doctor Honoris Causa dari universitas dalam negeri

Judul Buku      : Sukarno, Ilmu dan Perjuangan : Kumpulan pidato ketika menerima gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas dalam negeri. \
Penerbit          : Diterbitkan atas kerjasama Inti Idayu Press dan Yayasan Pendidikan Soekarno, Jakarta 1984.






Selain Bung Karno, kiranya tidak banyak tokoh dunia yang memperoleh Doctor Honoris Causa sampai berjumlah 26 buah, dari 26 Universitas dalam dan luar negeri. Menarik pula, karena gelar itu diberikan oleh berbagai universitas dari negara-negara dengan sistem politik yang berbeda-beda.
Dari seluruh gelar yang dianugerahkan itu, 16 di antaranya untuk bidang hukum, 3 untuk bidang kemasyarakatan, 3 untuk teknik, 3 untuk bidang agama Islam dan 1 untuk sejarah.
Pada setiap kali penerimaan gelar Doctor H. C. Tersebut, Bung Karno senantiasa bertanya, apakah ia pantas dianugerahi dengan kehormatan sebesar itu. Juga beliau bertanya juga, apakah gelar itu diberikan dengan maksud sanjungan, sebagaimana yang beliau kemukakan tatkala menerima gelar Doctor H. C. Dari Universitas Indonesia, “... Janganlah saya pada hari ini dihormati oleh Universitas Indonesia dengan diberi gelar Doctor Honoris Causa sebagai penambahan aureool (teja)”.
Bung Karno cukup sadar, bahwa ada negara yang memberikan gelar Doctor H. C. tersebut disertai  maksud-maksud politik, akan tetapi dari perguruan tinggi yang ada di Indonesia, Bung Karno tidak menginginkan hal seperti itu terjadi.
Apapun latar belakangnya, namun universitas-universitas yang memberikan gelar Doctor H. C. tersebut, baik dalam negeri maupun luar negeri, tidak diragukan mutu Universitasnya. Oleh karena itu, tentulah pemberian gelar Doctor H. C. tersebut dilandasi dengan alasan-alasan yang ilmiah yang objektif, agar penganugerahan tersebut tidak dianggap sebagai lelucon.
Pada kesempatan di depan Universitas Indonesia itu, Bung Karno  antara lain berkata, bahwa ilmu harus bermanfaat untuk mempermudah tercapainya tujuan, bahkan bagaimana agar dengan ilmu itu dapat membantu mengubah sejarah. Kemudian ditambahkan, bahwa melaksanakan ilmu itu harus penuh dedikasi dan dalam mengamalkannya agar senantiasa berani melakukan think  dan rethink.
Dengan demikian, Bung Karno menebarkan pikiran bercakrawala luas serta mengajak orang untuk tidak taklid dan dogmatis, melainkan terus menerus kritis, berpikir dan berpikir kembali. Dengan wawasan berpikir yang luas, selalu mencari dan tidak pernah jemu, Bung Karno menemukan sesuatu yang dapat disumbangkan untuk kesejahteraan masyarakat, rakyat, bangsa dan negara, serta tak ketinggalan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan itu sendiri, maka sesungguhnya Bung Karno telah berfikir  dan berhasil dengan pikirannya itu, sebagaimana halnya seorang ilmuan.
Seperti yang disampaikan Bung Karno di Universitas Gajah Mada ketika menerima gelar Doctor H. C., , bahwa beliau bersedia dianugerahi gelar kehormatan itu, kerena Universitas Gajah Mada telah menilai Bung Karno berjasa bagi hidup dan suburnya ilmu pengetahuan. Diakui oleh Bung Karno, bahwa beliau semenjak muda memang telah mengamalkan ilmu yang ada padanya, terutama untuk menyalakan kemauan merdeka rakyat Indonesia. Dalam suasana kemauan rakyat untuk merdeka sudah hidup, maka ilmu pengetahuan akan berkembang dan tumbuh subur.
Ketika menerima gelar Doctor H. C. dari Institut Teknologi Bandung, Bung Karno berkata tentang teknik, bahwa, “ yang dimaksud dengan teknik ialah pembuatan alat untuk membuat hidup manusia ini lebih nyaman”, dan selanjutnya dijelaskan, bahwa bagi Republik Indonesia, teknik itu adalah alat untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Sebab Bung Karno melihat, “ ... ada negara yang hebat sekarang ini, menggunakan teknik itu bukan untuk masyarakat yang adil dan makmur”.
Bahwa ketidakadilan melahirkan perlawanan terhadapnya, diungkapkan Bung Karno di Universitas Hasanuddin, dengan mengutip pendapat H. Spencer, mengatakan, “reactief verzet verdrukte elementen” (perlawanan dari elemen yang tertindas). Dalam pidato penerimaan gelar Doctor H. C. dari Universitas Hasanuddin ini, disinggung Bung Karno pula tentang dialektika Hegel, yang dikaitkan dengan lahirnya negara-negara merdeka di Asia dan Afrika, sebagai fenomena abad ke 20, merupakan perjalanan hidup tak terelakkan dari bangsa-bangsa kawasan itu, akibat ketidakadilan imperialisme yang melahirkan penantang dan pembunuhnya sendiri.
Bung Karno dinilai sebagai “historis visioner”, adalah alasan Universitas Pajajaran memberikan gelar Doctor H. C. pada beliau. Penilaian ini memang tepat, mengingat Bung Karno pada tahun 1929 telah melihat perjalanan bangsa jauh ke depan, yaitu, “bila nanti terjadi peperangan di Lautan Teduh, maka pada saat itulah Indonesia akan melepaskan diri dari belenggu penjajahan”. Selain itu Bung Karno juga melihat, bahwa resesi dan krisis ekonomi di negara negara kapitalis akan terjadi dan tidak dapat dielakkan. Melalui analisa perkembangan sejarah, Bung Karno menggambarkan, bahwa akibat sistem kapitalis yang mereka anut, maka negara-negara bersangkutan memproduksi barang-barang semaunya saja, sehingga sampai ke tingkat over produksi, lalu menimbulkan krisis. Krisis itu jangka waktunya semakin singkat. Krisis demi krisis yang beruntun, menyebabkan negara kapitalis itu semakin lemah, dan bergulir ke arah jurang kehancuran.  Kaum kapitalis berusaha menyelamatkan dirinya, yang oleh Bung Karno disebut sebagai “reddingpoging van het kapitalisme”. Cara untuk menyelamatkan diri itu ialah dengan fasisme. Jalan sejalarah kemudian membenarkan analisis Bung Karno.
“ Hidup adalah untuk mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa”, demikian disampaikan Bung Karno di depan senat Guru Besar dan segenap Civitas Akademika Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Jakarta, ketika IAIN memberikan gelar Doctor H. C. kepada beliau. Ditekankan oleh Bung Karno, “ bukan saja manusia yang harus mengabdi kepada Tuhan, tapi juga negara harus bertuhan”. Pendapat ini merupakan landasan yang seutuhnya agar negara di tangan pemerintah senantiasa mengabdi kepada Tuhan melalui pelaksanaan kerjanya mewujudkna keadilan sosial.
Adalah amat berkesan pernyataan Bung Karno tatkala menerima gelar Doctor H. C. dari Universitas Muhammadiyah Jakarta, yang berkata “ ... bukan dosa untuk mengatakan kebenaran”. Sebagai insan yang mengabdikan diri kepada Tuhan, Tanah Air, Bangsa dan Manusia, Bung Karno sudah sampai kepada tingkat haqul yaqin terhadap keesaan Tuhan yang oleh beliau dikatakan .” tauhid itu adalah hati dan bukan ilmu”. Oleh karena itu beliau mengecam orang-orang yang minta diampuni dosanya dengan cara datang ke keramat Luar Batang, yang oleh Bung Karno ditegaskan, perbuatan demikian adalah syirik.
Sebagai turunan Sunan Kalijaga, Bung Karno menasihatkan kerabat Sunan itu, agar jangan menganggap diri mereka Pinunjul, yaitu merasa diri lebih dari orang lain.
Dalam pidato itu, Bung Karno mengungkapkan keanggotaannya pada Muhammadiyah dari tahun 1932, yaitu ketika beliau dalam masa pembuangan di Bengkulu. Utang beliau sebesar 30 Gulden kepada Oei Tjeng Hien, selaku konsul Muhammadiyah Bengkulu, juga disinggung dalam pidato tersebut.
Mengingat uraian ilmiah tersebut masih relevan untuk dipelajari dewasa ini, maka Yayasan Pendidikan Soekarno bekerja sama dengan Inti Idayu Press untuk pertama ini menerbitkan 7 buah kumpulan pidato H. C. yang berasal dari dalam negeri, dengan harapan uraian ilmiah lainnya dalam pemberian gelar Doctor H. C. di luar negeri akan dapat diterbitkan di hari kemudian. Semoga para pembaca, terutama mahasiswa dan cendikiawan Indonesia dapat mengambil bandingan dan sari pati dari pikiran-pikiran yang dikemuakan oleh Bung Karnno tersebut.
KATA PENGANTAR
YAYASAN PENDIDIKAN SOEKARNO,


RACHMAWATI SOEKARNO
            KETUM